Menggali Modal Multikultural Pesantren

Judul : Kapital Multikultural Pesantren
Penulis : Sauqi Futaqi
Cetakan : Desember 2019
Penerbit : Depublish, Yogyakarta
Tebal : 223 hlm
ISBN : 9786230204272

Buku ini memberikan perspektif baru terkait wacana multikultural, yakni modal multikultural. Modal multikultural menawarkan sebuah paradigma yang memandang keragaman bukan sebagai problem, melainkan sebuah aset atau modal. Berpijak dari paradigma ini, peneliti mendapatkan fenomena yang menarik dari dunia pesantren bahwa pesantren ternyata menyimpan banyak modal yang memiliki relevansi dengan wacana tentang keragaman. Dengan mendialogkan perspektif teori modal, wacana multikultural, dan pengalaman pesantren, sekurang-kuranganya terdapat empat modal utama, yakni modal manajerial-multikultural, modal spiritual-multikultural, modal intelektual-multikultural, dan modal sosial-multikultural. Keempat modal ini melahirkan sebuah kerangka yang bisa disebut sebagai modal multikultural pesantren.

Pertama, modal manajerial-multikultural memperlihatkan adanya kemampuan manajerial dalam mengelola keragaman, tidak hanya mengelola keragaman internal pesantren, tetapi juga keragaman eksternal pesantren. Kedua, modal spiritual-multikultural menampilkan adanya integrasi antara spiritualitas dengan multikultural. Bahkan, multikulturalisme dianggap sebagai spiritualitas. Multikulturalisme yang berbasis spiritual memiliki daya yang jauh lebih kuat karena ia berakar dari sikap batin seseorang.

Ketiga, Modal Intelektual-multikultural pesantren juga banyak melahirkan beberapa pengetahuan terkait multikultural, baik pengetahuan individu, pengetahuan struktural pesantren, maupun pengetahuan dari relasi. Bahkan, pesantren Aswaja-Nusantara sendiri menyebutnya sebagai epistemologi multikultural. Sebagai epistemologi, pesantren memiliki basis epistemologis tersendiri dalam melihat pendidikan multikultural karena pesantren menggabungkan dalil naqli (doktrin/wahyu), dalil aqli (rasio/akal), dalil irfani (instuisi, ilham), dan dalil waqi’i (empiria) sebagai landasan cara berpikir

Keempat, modal sosial-multikultural menunjukkan jangkauan relasi yang lebih luas. Secara internal, keragaman santri merupakan aset multikultural yang sudah lama dimiliki pesantren. Mereka hidup berdampingan sepanjang hari sehingga secara tidak langsung terbangun nilai kebersamaan, gotong royong, kekeluargaan, dan kebebasan. Secara eksternal, pesantren Al-Qodir dan Aswaja-Nusantara juga bersinggungan dan menjalin relasi sosial dengan berbagai komunitas yang berbeda-beda, baik dari segi budaya maupun agama. Ini merupakan bentuk jejaring multikultural pesantrean, sekaligus terbangunnya social trust yang tidak hanya di kalangan internal pesantren, tetapi juga di kalangan komunitas yang berbeda.

Dengan demikian, modal multikultural pesantren bisa memberikan paradigma baru bagi dunia pesantren bahwa pesantren sebenarnya memiliki modal yang tidak hanya mampu melahirkan sikap multikultural, tetapi memang didalam pesantren itu sendiri memiliki akar yang kuat dalam membangun kehidupan multikultural. Menghadirkan modal multikultural pesantren tersebut akan semakin menambah khazanah pendidikan Islam yang berkarakter multikulturalis, dan pada gilirannya pesantren akan menjadi corong bagi tegaknya nilai-nilai persatuan dan perdamaian dalam kebhinekaan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *