Manajemen Keluarga dan Edukasi Anak

Oleh: Sauqi Futaqi*

Jantung peradaban adalah pendidikan, dan jantung pendidikan adalah keluarga. Itu lah kenapa para pakar dan teoritikus pendidikan sepakat bahwa keluarga merupakan pendidikan pertama dan yang paling utama. Dikatakan yang pertama karena keluarga merupakan pintu masuk anak menerima pengetahuan. Dikatakan yang paling utama karena pengaruhnya cukup besar bagi perkembangan anak.

Sebagai pendidikan pertama dan yang paling utama, mestinya yang terlebih dulu dicari akar masalah yang terjadi pada diri anak adalah keluarganya, baru kemudian institusi sosial (sekolah, lembaga sosial, kepemimpinan) dan lingkungannya (lingkungan sosial, pergaulan). Soal ini, kita seringkali lupa dan beranggapan bahwa lembaga pendidikan (sekolah) menyediakan paket pendidikan yang lengkap. Padahal, lembaga pendidikan hanyalah media, jembatan dan pengantar antara kepribadian anak dan lingkungan sosialnya.

Dari sini kita berharap ada pemahaman bersama bahwa yang perlu kita lakukan dalam upaya menyiapkan generasi masa depan adalah dengan memaksimalkan peran keluarga. Upaya ini kiranya perlu dibarengi dengan sistem pengelolaan keluarga agar keluarga sebagai institusi terkecil di dalam masyarakat, bisa mengemban tugas pendidikan secara efektif dan efisien.

Baca Juga: Pendidikan Masa Depan

Manajemen Edukasi Keluarga

Keluarga sebagai lingkup organisasi terkecil sebenarnya memerlukan manajemen yang tepat. Manajemen dalam pengertiannya yang relatif-subyektif, bukan seperti layaknya perusahan dan lembaga lain yang profesional. Namun, setidaknya ada beberapa isu penting dalam manajemen yang perlu diterapkan dalam manajemen keluarga.

Pertama, soal visi dan misi. keluarga harus mempunyai visi dan misi hidup yang jelas. Visi hidup berkaitan dengan pandangan hidup secara global dan misi berkaitan dengan perwujudan pandangan hidup di dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, bagaimana cara pandang keluarga dan bagaimana keluarga mengoperasikan hidup. Misalnya saja, keluarga yang berorientasi pada kekayaan, maka perkembangan anak-anaknya tidak akan jauh-jauh dari itu. Pusat perhatian keluarga pun terletak pada bagaimana anak nantinya mendapat keberuntungan secara finansial. Kehidupan dalam keluarga akan dipenuhi dengan pembicaraan mengenai uang dan uang.

Bagi keluarga yang religius, katakanlah seperti ulama, pandangan duniannya akan difokuskan pada aspek religiusitas. Para generasi penerusnya pun akan dididik dengan disiplin agama yang ketat. Hari-harinya dipenuhi dengan khazanah dan ritual agama. Bagi keluarga ini, uang merupakan alat dan dampak ikutan – bukan tujuan – dari cara beragama yang benar. Cara menasehati orang tua dalam keluarga seperti ini pun akan berbeda dengan para orang tua lain yang memiliki pandangan yang berbeda.

Visi dan misi keluarga menjadi sangat penting karena akan menentukan arah perjalanan hidup ke depan. Bagaimana cara menasehati, membimbing, mendidik, menilai, memilihkan sekolah untuk anaknya, sangat ditentukan oleh visi dan misi ini. Jika keluarga memantapkan visi dan misinya untuk mencetak keluarga yang berkarakter, misalnya, maka segala aktivitas keseharian keluarga akan dibentuk dengan disiplin pendidikan karakter. Pada akhirnya, lingkungan keluarga menjadi lingkungan yang berkarakter.

Yang kedua menyangkut masalah perubahan. Perubahan menjadi isu penting di dalam manajemen karena perubahan tidak bisa dihindari oleh siapapun dan dalam konteks apapun, tidak terkecuali dalam keluarga. Seperti dikatakan Filsuf Yunani yang hidup sekitar 544 – 484 sebelum Masehi, Heraklitos, bahwa yang paling esensial di dalam hidup ini adalah perubahan. Dia mengatakan “Panta rhei kai uden menei” yang berarti semua mengalir, tidak ada sesuatu yang tetap di dunia ini.

Perubahan ini lah yang perlu kita kelola, atau yang seringkali disebut dengan istilah manajemen perubahan. Menejemen perubahan setidaknya berkaitan dengan tiga aspek yang berbeda, termasuk diantara adaptasi terhadap perubahan, mengawasi perubahan dan melaksanakan perubahan. Dalam aspek adaptasi perubahan, keluarga harus terbuka dan responsif terhadap perubahan.

Disamping adaptasi perubahan, keluarga juga perlu melakukan pengawasan terhadap perubahan. Pengawasan ini sebagai bentuk ketelitian dan kehati-hatian agar perubahan tidak menjadi boomerang bagi keluarga. Baik perubahan yang terjadi pada anak maupun perubahan yang terjadi di dalam keluarga, harus tetap mendapat kontrol yang baik.

Kemampuan beradaptasi dan melakukan pengasawan terhadap perubahan, akan memudahkan keluarga di dalam melaksanakan perubahan. Perubahan itu tidak perlu direspon secara pasif, melainkan harus aktif melakukan perubahan. Perubahan yang datang dari luar, segera dicari aksi apa yang bisa dilakukan keluarga untuk melaksanakan perubahan. Misalnya saja, jika ada perubahan mengenai gaya konsumsi akibat derasnya arus iklan, maka keluarga harus segera melakukan perubahan dengan cara meningkatkan kapasitas pemahaman terhadap setiap gaya yang muncul. Begitu juga jika terjadi perubahan mindset yang terjadi pada anak akibat pengaruh dari teman sebayanya, maka keluarga harus melakukan perubahan dengan membenahi mindset anaknya.

Tentu saja masih banyak lagi perubahan-perubahan yang terjadi, baik pada skala kecil maupun besar. Namun yang pasti bahwa keluarga harus memiliki kepekaan terhadap perubahan dan segera melakukan aksi perubahan menuju lebih baik. Dari sini akan tercipta keluarga yang terbuka dan mau melakukan perubahan.
Kiranya, dua isu penting di dalam manajemen di atas bisa menjadi modal bagi pengembangan kapasitas keluarga, yang juga berarti bagian dari penguatan peran keluarga dalam peningkatan kualitas sumber daya bangsa. Berawal dari kepedulian keluarga, perubahan bangsa pasti terjadi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *